Jakarta, Harian Umum - Istilah serakahnomics tengah ramai diperbincangkan masyarakat setelah dilontarkan Presiden Prabowo Subianto pada dua momen terpisah.
Pertama, saat saat penutupan Kongres PSI di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 20 Juli 2025; dan kedua saat menyampaikan pidato kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR tanggal 17 Agustus 2025.
Prabowo menjelaskan, serakahnomics adalah mazhab ekonomi yang merujuk pada golongan serakah karena mengeruk keuntungan ekonomi hanya untuk dirinya, keluarga dan golongannnya saja.
Namun, Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah mengatakan, dengan apa yang diungkapnya, seharusnya Prabowo jangan hanya mengeritik sistem ekonomi yang terlalu menekan rakyat, akan tetapi juga harus menjadiny sebagai sinyal keras untuk melakukan perombakan kabinet.
"Ada dua menteri yang paling pantas untuk segera diganti, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian," kata Amir di Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Ia menjelaskan, Sri Mulyani selama ini menjadi simbol kebijakan ekonomi berhaluan neoliberalisme, sebuh ideologi yang sangat bertentangan dengan visi ekonomi kerakyatan yang selalu dikedepankan Prabowo.
“Sri Mulyani adalah representasi neolib. Kebijakan fiskal dan perpajakan yang diterapkannya selama ini membebani rakyat kecil. Pajak dinaikkan, subsidi dipangkas, tapi utang negara terus membengkak. Ini membuat rakyat kehilangan kepercayaan, dan secara ideologis jelas bertolak belakang dengan Prabowo,” tegas Amir.
Menurut dia, jika Prabowo ingin membuktikan bahwa serakahnomics harus diberantas, maka Sri Mulyani harus diganti dengan sosok yang lebih nasionalis, berorientasi pada kemandirian bangsa, serta berpihak kepada ekonomi rakyat.
“Tidak mungkin Prabowo bisa memberantas serakahnomics tanpa mengganti Menteri Keuangan. Selama neolib masih bercokol, arah kebijakan fiskal akan tetap menekan masyarakat, dan pada akhirnya mencoreng kredibilitas pemerintahan,” tegasnya.
Soal Tito Karnavian, Amir menjelaskan, sosok ini harus diganti karena lebih dekat kepada mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sering dipersepsikan sebagai bagian dari “Geng Solo” yang loyal kepada kepentingan politik Jokowi.
“Tito Karnavian ini terlalu dekat dengan Jokowi. Bahkan banyak kebijakan Kemendagri di masa Jokowi yang masih diteruskan, dan itu seringkali tidak sejalan dengan kebutuhan Prabowo untuk menata ulang tata kelola politik dalam negeri. Prabowo butuh Mendagri yang benar-benar loyal, bukan yang masih punya bayangan ke belakang,” jelas Amir.
Ia mengingatkan bahwa posisi Mendagri sangat krusial bagi konsolidasi politik nasional, khususnya dalam menjaga stabilitas hubungan pusat dan daerah, hingga mengawal Pilkada serentak. Jika Mendagri tidak sejalan dengan Presiden, hal ini dapat menjadi “bom waktu” bagi pemerintahan baru.
Amir mengakui, mengganti dua sosok besar seperti Sri Mulyani dan Tito Karnavian tentu bukan langkah mudah. Sri Mulyani memiliki reputasi internasional sebagai teknokrat, sementara Tito dikenal sebagai mantan Kapolri dengan jaringan kuat di kepolisian dan pemerintahan daerah.
Namun, ia menegaskan bahwa keberanian politik Prabowo sedang diuji.
“Kalau Prabowo tidak segera bertindak, rakyat akan melihat bahwa masalah serakahnomics yang didengung-dengungkannya hanya omon-omon politik belaka, tapi kalau beliau berani mengganti Sri Mulyani dan Tito, itu sinyal tegas bahwa beliau benar-benar ingin membangun kemandirian ekonomi dan politik yang sesuai dengan ideologinya,” jelas Amir.
Pengamat berlatar belakang militer dan intelijen ini melihat, perombakan kabinet dalam waktu dekat akan menjadi ujian awal kepemimpinan Prabowo. Publik sedang menunggu apakah Prabowo akan tetap mempertahankan orang-orang warisan era Jokowi, atau berani menempatkan figur-figur baru yang sejalan dengan visi nasionalis kerakyatan.
“Prabowo harus segera menunjukkan diferensiasinya. Kalau tidak, pemerintahan ini akan dianggap sekadar kelanjutan Jokowi, bukan perubahan yang dijanjikan,” tegas Amir. (rhm)