Jakarta, Harian Umum - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan menilai, ekonomi Indonesia masih tidak baik-baik saja, jauh dari apa yang pernah dikatakan Bank Indonesia (BI) maupun Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Ia melihatnya dari dua parameter, yakni kurs rupiah yang kembali melemah dan penerimaan pajak yang jauh di bawah target.
"Ekonomi Indonesia masih tidak baik-baik saja. Pertama, kurs rupiah terus tergelincir, tembus angka psikologis Rp16.000 per dolar AS karena pada perdagangan spot Jumat, 13 Desember 2024, kurs rupiah ditutup pada posisi Rp16.009 per dolar AS,' kata Anthony melalui siaran tertulis, Senin (16/12/2024).
Ia mengkritik karena sebelumnya BI dan Kemenkeu cukup yakin rupiah akan menguat, mungkin karena mengandalkan intervensi dari BI yang menyebutnya intervensi rangkap tiga yang cukup berani.
"Namun, sejauh ini intervensi kurs rupiah sia-sia, tidak berhasil mengangkat kurs rupiah," tegas Anthony.
Kedua, lanjut ekonom yang juga pengamat politik ini, penerimaan perpajakan sampai November 2024 masih jauh di bawah target. Diperkirakan, terjadi short fall sekurang-kurangnya Rp160 triliun untuk tahun ini atau sekitar 7 persen dari anggaran. Rasio pajak diperkirakan hanya 9,5 persen, lebih buruk dari rasio pajak 2019 atau pada saat sebelum pandemi, yang sebesar 9,8 persen.
"Kalau fiskal melemah terus, bisa terjadi krisis fiskal. Dampaknya, pajak akan dinaikkan, defisit dan utang membengkak, menekan pertumbuhan ekonomi, dan bisa meningkatkan kemiskinan," katanya.
Ia pun mengeritik Sri Mulyani yang mengatakan bahwa ekonomi Indonesia dalam kondisi baik, dan yang bermasalah adalah ekonomi dunia.
"Secara dramatis Sri Mulyani menggambarkan dunia semakin gelap. Sri Mulyani menceritakan dengan fasih kondisi ekonomi dan keuangan dunia yang semakin gelap dengan menggunakan bahasa teknis keuangan yang membuat kebanyakan masyarakat tidak mengerti, dan hanya manggut-manggut saja.Bagi masyarakat awam, dunia semakin gelap berarti rupiah semakin terpuruk, ke arah Rp17.000, Rp18.000?" sindir Anthony.
Sebelumnya, saat konferensi pers APBN Kita, Rabu (11/12/2024), Sri Mulyani Indrawati menggambarkan situasi dunia yang kembali gelap karena dinamika politik dan ekonomi serta ketegangan di berbagai kawasan, sehingga harus diwaspadai karena akan memberikan pengaruh terhadap Indonesia.
"Situasi ekonomi global sungguh saat ini terus mengalami dinamika luar biasa," katanya.
Kewaspadaan tersebut meliputi situasi pada negara maju seperti Amerika Serikat (AS) selepas terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden.
Hubungan negara maju dengan blok China dan Rusia juga menimbulkan kekhawatiran karena berkaitan dengan rantai pasok perdagangan dan komoditas. Di sisi lain juga ada ketegangan di Timur Tengah dan gejolak pada negara Amerika Latin.
"Dinamika politik security ini beri pengaruh sangat nyata terhadap tren ekonomi dunia," jelasnya.
"Kita selalu dengar sepanjang 2024 bahwa FFR akan higher for longer dan mulai turun dan sudah mulai melakuan beberapa prediksi penurunan sekarang dengan munculnya dinamika politik dan sequrity global penambahan penurunan ini menjadi tertunda," terang Sri Mulyani.
Ini membuat kebijakan fiskal dan moneter dari beberapa negara akhirnya tertahan, menunggu perkembangan terbaru.
"Semuanya harus tertunda terhenti untuk lihat perkembangan situasi politk yang mempengaruhi demand supply dan dinamika harga maupun nilai tukar tentu ini pengaruhnya ke nilai tukar dan exchange rate," kata dia. (rhm)