Jakarta, Harian Umum- Komisi C DPRD DKI Jakarta berencana memanggil jajaran petinggi PT Bank DKI terkait investasi BUMD bidang keuangan itu di sektor pembangunan jalan tol.
"Sebagai mitra Bank DKI, Komisi C seharusnya terlebih dulu diajak bicara soal investasi itu sebelum direalisasikan, karena sampai sekarang Bank DKI belum mampu sepenuhnya mandiri. BUMD itu masih disuntik PMD (penyertaan modal daerah," ujar anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, Ruslan Amsyari, kepada harianumum.com di gedung Dewan, Jakarta Pusat, Senin (18/2/2019).
Sekretaris Komisi C, James Arifin Sianipar, membenarkan pernyataan Ruslan. Politisi Partai NasDem ini bahkan mengatakan, yang saat ini paling dipertanyakan Komisi C terkait investasi itu adalah dananya darimana? Apakah dari orang yang memiliki saham di Bank DKI? Atau dana dari PMD?
"Ini yang harus dijelaskan Bank DKI saat kami panggil nanti, karena kami tak ingin investasi itu akan mengganggu biaya operasional bank itu," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Keuangan Bank DKI Sigit Prastowo pada Jumat (15/2/2019) mengatakan, pada 2018 lalu banknya menginvestasikan dana Rp4 triliun lebih untuk pembangunan ruas Jalan Tol Pulogebang - Semanan. Investasi ini merupakan yang kesekian kali, karena sebelumnya Bank DKI juga terlibat pembangunan ruas Tol Cikampek-Palimanan dan Cipali-Cibitung.
"Pembiayaan kredit di jalan tol merupakan salah satu komitmen Bank DKI untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur di Jakarta dan sekitarnya, karena Bank DKI merupakan bank pembangunan daerah milik Pemprov DKI," katanya.
Terkait alasan ini, Ruslan mengatakan bahwa Komisi C sama sekali tidak keberatan Bank DKI berinvestasi di sektor apa pun, selama masih dalam core business-nya, namun yang dipersoalkan adalah dana yang dipakai darimana? Karena setiap investasi nilainya triliunan.
"Kalau untuk tol Pulogebang-Semana Rp4 triliun lebih, kami mendapat informasi bahwa untuk investasi sebelumnya ada yang mencapai Rp2,5 triliun," katanya.
Politisi Hanura ini mengingatkan bahwa Bank DKI bukan bank komersial seperti Bank BNI, Mandiri, BTN dan BRI. Bank DKI, kata dia, sebagian besar nasabahnya adalah ASN (aparatur sipil negara) yang hanya menjadi Bank DKI sebagai bank penerima transfer gaji mereka.
"Setelah gaji ditransfer Kas Daerah, gaji pun ditarik dan yang disisakan pokoknya agar rekening tetap aktif," katanya.
Dengan posisi yang seperti itu, tegas Ruslan, Bank DKI bisa masuk kondisi rawan jika investasi yang digelontorkan selalu menelan dana hingga triliunan. Apalagi karena investasi di jalan tol tidak langsung mendapatkan keuntungan, mengingat proses pembangunannya pun makan waktu.
"Jadi, saat kami panggil nanti, Bank DKI harus bisa menjelaskan mengapa investasi di jalan tol, karena bagi kami alasan bahwa Bank DKI berkomitmen untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur di Jakarta dan sekitarnya, karena Bank DKI merupakan bank pembangunan daerah milik Pemprov DKI, itu gak cukup, karena investasi harus diperhitungkan dwngan matang agar perusahaan tidak merugi," tegasnya.
Ketika ditanya kapan Bank DKI dipanggil Komisi C? Ruslan mengatakan secepatnya, dalam minggu-minggu ini.
"Bank DKI sebenarnya telah kami panggil secara lisan, tapi tanggapan Bank DKI adalah bahwa pihaknya akan menjadwalkan pertemuan dengan Komisi C, namun sampai sekarang gak jelas kapan. Karena itu, akan kami panggil secara resmi melalui surat," pungkasnya. (rhm)







