Jakarta, Harian Umum - Nomenklatur Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi berubah menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN setelah UU Nomor 19 Tahun 2003 disahkan DPR, Kamis (2/10/2025).
Pengesahan itu dilakukan dalam rapat paripurna di gedung Parlemen, Jakarta. Rapat itu dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, dan dihadiri perwakilan pemerintah.
“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap rancangan undang-undang tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Dasco kepada peserta rapat sebelum revisi UU BUMN itu diketik palu.
"Setuju,” jawab para anggota dewan yang hadir.
Dilansir kompas.com, Jumat (3/10/2025), Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini menjelaskan, penyusunan draf revisi UU BUMN telah dilakukan secara intensif melalui pembentukan panitia kerja khusus. Proses pembahasannya pun melibatkan partisipasi publik melalui rapat dengar pendapat umum (RDPU), guna menghimpun masukan dari akademisi berbagai universitas di Indonesia.
Beberapa kampus yang dilibatkan antara lain UI, UGM, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Udayana, Universitas Negeri Semarang, Universitas Jember, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Iblam, hingga Universitas Lampung.
Hasilnya, ada 12 pasal yang direvisi dalam beleid tersebut, antara lain:
1. Pembentukan BP BUMN sebagai lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN.
2. Penegasan kepemilikan saham seri A dwi warna oleh negara pada BP BUMN. Baca juga: Bahas Isu-isu Aktual ASN, Kemenpan-RB Raker Dengan Komite 1 DPD RI
3. Penataan komposisi saham pada perusahaan induk holding investasi dan operasional pada BPI Danantara.
4. Larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri sebagai direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN, menindaklanjuti Putusan MK Nomor 228/PUU-XXIII/2025.
5. Penghapusan ketentuan yang menyebut anggota direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan penyelenggara negara.
6. Penataan posisi dewan komisaris di holding investasi dan operasional agar diisi kalangan profesional.
7. Penguatan kewenangan BPK dalam pemeriksaan keuangan BUMN.
8. Penambahan kewenangan BP BUMN untuk mengoptimalkan peran BUMN.
9. Penegasan kesetaraan gender pada jabatan direksi, komisaris, dan manajerial di BUMN.
10. Pengaturan perpajakan atas transaksi yang melibatkan holding maupun pihak ketiga melalui peraturan pemerintah.
11. Pengecualian penguasaan BP BUMN terhadap BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal.
12. Mekanisme peralihan status kepegawaian dari Kementerian BUMN ke BP BUMN.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Rini Widyantini yang mewakili Presiden Prabowo Subianto dalam rapat paripurna, menyebut ada empat urgensi pemerintah dalam revisi UU BUMN.
“Pertama, perlunya penataan kelembagaan untuk memposisikan fungsi regulator dan operator yang lebih tegas, sehingga terdapat sinergisitas fungsi dalam pengelolaan BUMN,” katanya.
Kedua, pemerintah ingin memperkuat tata kelola BUMN yang akuntabel, transparan, dan sesuai prinsip good corporate governance.
Ketiga adalah memberikan kepastian hukum terkait kedudukan BUMN dalam kerangka penyelenggaraan negara, dan keempat adalah dorongan untuk menjadikan BUMN sebagai katalis pembangunan, bukan hanya sebagai penyumbang dividen, tetapi juga sebagai agen transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. (man)