Jakarta, Harian Umum - Ekonomi Agus Rizal menyarankan Presiden Prabowo Subianto agar dapat memberlakukan kembali UUD 1945 yang asli untuk mencegah Indonesia makin terpuruk, termasuk di sektor ekonomi.
Pasalnya, sistem ekonomi dengan ideologi Pancasila diyakini dapat menjadi solusi bagi perekonomian Indonesia saat ini yang sedang sangat tidak baik-baik saja, ditandai dengan semakin mahalnya biaya kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk biaya pendidikan, kesehatan dan lain-lain; upah buruh yang murah; pertumbuhan ekonomi yang mentok di angka 5 persen; dan terjadinya gelombang PHK akibat banyaknya perusahaan yang kolaps, bahkan bangkrut.
Ini terjadi akibat pemberlakuan sistem ekonomi liberal pasca amandemen UUD 1945 hingga empat kali pada rentang 1999-2002, yang mengganti seluruh batang tubuh UUD tersebut, sehingga ruh Pancasila hilang dan berganti menjadi sistem ekonomi dengan ideologi liberal.
"Kalau sistem dengan ideologi liberal ini diteruskan, Indonesia akan makin terpuruk. Pertumbuhan boleh naik, akan tetapi ketimpangn atau kesenjangan akan terus melebar karena tidak berlandaskan pada tiga keadilan, yakni keadilan politik dan hukum, keadilan sosial dan keadilan, serta keadilan budaya dan lingkungan," kata Agus di Depok, Jawa Barat, kemarin.
Dosen di Universitas MH Thamrin ini menjelaskan, sistem ekonomi liberal memang tdak cocok untuk bangsa Indonesia, dan ini telah terbukti dalam 23 tahun terakhir, terhitung setelah UUD hasil mandemen keempat disahkan pada Agustus 2002.
Alasannya, karena Indonesia punya sejarah yang berbeda dengan negara-negara yang menganut sistem dengan ideologi itu.
"Negara yang menganut ideologi liberal dulunya merupakan wilayah kosong dengan penduduk yang masih sangat sedikit dan cenderung memiliki budaya yang masih tradisional (sering disebut primitif, red). Ke wilayah itu datang bangsa-bangsa dari negara kuat seperti Portugis, Spanyol dan Belanda, kemudian terjadi penjajahan dengan penduduk aslinya yang ditindas, bahkan dijadikan budak, sehingga muncul pemberontakan dari penduduk asli demi menghapus penindasan dan perbudakan itu yang disebut sebagai perbudakan individu. Di situlah dimulainya ideologi liberalis," papar Agus.
Indonesia, lanjut dia, tidak seperti itu, karena Indonesia dulunya terdiri dari kerajaan-kerajaan yang penduduknya terbiasa pada sistem dinasti atau monarki yang menempatkan raja/sultan sebagai pihak yang mengatur wilayahnya, sehingga Indonesia sebenarnya lebih dekat pada sistem sosialis sebagaimana yang berlaku di negara-negara kerajaan.
Hanya saja, kerajaan-kerajaan di Indonesia itu mengalami penjajahan, termasuk oleh Belanda, Inggris dan Jepang, yang berpuncak pada tanggal 17 Agustus 1945 ketika Presiden Soekarno membacakan teks Proklamasi dan semua kerajaan tersebut menyatakan bergabung untuk membentuk Republik yang bernama Indonesia.
"Nah, karena Indonesia mengalami keduanya, yakni penjajahan dan sistem kerajaan, Indonesia bisa menjadi negara dengan ideologi liberalis atau sosialis. Tentu, kedua ideologi itu tidak dapat diberlakukan bersamaan karena pelaksanaannya memiliki sistem yang berbeda. Karenanya, para pejuang kita, para pemikir kita yang jenius kemudian mengambil jalan tengah dengan menciptakan ideologi Pancasila yang berlandaskan pada sila pertama ketuhanan yang maha esa. Mengapa? Karena kerajaan pertama di Indonesia berlandaskan agama," jelas Agus.
Agus menjelaskan, ideologi merupakan sesuatu yang sangat penting dan diperlukan bagi suatu bangsa dan negara, karena mengakar pada empat elemen yang ada dalam suatu bangsa dan negara tersebut, yaitu sosial, budaya, ritual, dan cara melakukan aktivitas ekonomi.
Keempat elemen ini menumbuhkan batang yang disebut keadilan sosial, yang kemudian, karena dipengaruhi sejarah dan perjuangannya, maka muncullah ideologi sebagai rantingnya.
"Jadi, ideologi Pancasila adalah jalan tengah yang dibuat oleh para pemikir jenius kita agar Indonesia menjadi sebagaimana yang mereka dan para the founding fathers inginkan, yakni negara yang maju dengan rakyat yang sejahtera," imbuhnya.
Mengapa dalam menjalankan aktivitas ekonomi juga perlu berideologi? Menurut Agus, karena ideologi itulah yang akan mengarahkan bagaimana sebuah sistem perekonomian dijalankan.
"Kalau kita merujuk pada teori Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo, dalam berkegiatan ekonomi memang harus berideologi," tegasnya.
Ekonomi Pancasila
Sistem Ekonomi Pancasila, menurut penjelasan Agus, adalah sistem yang berpihak kepada warga negara. Dalam sistem ini diutamakan adanya kesetaraan hak dan sosial yang nantinya akan menumbuhkan ekonomi yang berkeadilan sosial.
Dalam sistem ekonomi ini ada empat hakekat yng harus dapat dilakukan agar ekonomi daptt tumbuh dan kemiskinan dapat dientaskan;
1. Negara harus sebagai kustodian atau melindungi dalam kegiatan ekonomi dan menghilangkan segala tingkat kecurangn dalam setiap aktivitas ekonomi
2. Negara harus bisa memasuki kegiatan ekonomi yang tidak dapat dijangkau oleh warga negara
3. Negara melahirkan dan membangun tatanan sosial secara nasional
4. Negara harus berada pada posisi sebagai husbandary state atau negara harus memiliki visi jangka panjang di dalam perekonomian nasional.
"Salah satu ciri khas dalam sistem Ekonomi Pancasila adalah kegotongroyongan yang merupakan inti dari sila kelima dari Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," imbuh Agus.
Ketika ditanya apakah untuk menerapkan sistem Ekonomi Pancasila negara perlu kembali ke UUD 1945 yang asli, mengingat pasca amandemen ruh Pancasila hilang dari batang tubuh dan hanya tersisa di pembukaannya? Agus membenarkan.
"Iya, karena apa yang diatur dalam UUD 1945 harus sejalan dengan sistem dalam Ekonomi Pancasila, sehingga kita harus kembali ke UUD 1945 yang asli,," katanya
Ia menyebut, untuk dapat memajukan ekonomi, negara harus punya tiga keadilan dalam melakukan suatu legialasi perekonomian, dan keadilan ini tidak diperoleh dalam sistem liberal yang berlaku sekarang.
Ketiga keadilan dimaksud adalah:
1. Keadilan distributif, yaitu keadilan yang berpihak kepada warga negara, khususny kalangan bawah, atau dalam.hal ini disebut sebagai sistem kerakyatan. Artinya, kebijakan-kebijakan yang dibut negara dalam ekonomi, harus berpihak kepada rakyat dengan lembaga berasaskan kerakyatan
2. Keadilan fungsional di mana warga negara menjadi aktor dalam aktivitas ekonomi dan negara bukan hanya sebagai penonton, melainkan juga sebagai aktor dalam aktivitas ekonomi untuk mengatur empat hakikat dalam ekonomi.
3. Legislatif demokratif. Artinya, setiap kebijakan harus bersifat terbuka, transparan, dan seharusnya memiliki legislative watch index untuk mengukur seberapa kebijakan itu dikuatkan dan berdampak kepada warga negaranya, sehingga bila ada permasalahan, kebijakan atau regulasi itu harus dapat diatur kembali.
Agus juga menyebut ada tiga dampak jika sistem ekonomi dengan ideologi liberal terus diberlakukan di Indonesia, yang ujungnya bukan menjadikan Indonesia sebagai negara emas pada tahun 2045 sebagaimana pernah didengungkan Joko Widodo saat masih menjadi presiden (2014-2024), melainkan justru akan semakin terpuruk.
Ketiga dampak tersebut adalah:
1. Indonesia akan mengalami rent seeking behavior, yaitu kebijakan yang diatur oleh sekelompok elit dan adanya monopoli perdagangan oleh sekelompok orang yang selama ini kita kenal dengan sebutan oligarki.
2. Predator capitalism, yaitu ekonomi yang bersifat curang, ditandai dengan pemerasan tenaga kerja, perbudakan modern, kompetisi bisnis yang tidak fair di mana pesaing, termasuk UMKM, disingkirkan, meski dalam perekonomian Indonesia, UMKM menjadi penyumbang 80% tenaga kerja
3. The Theory of common, yaitu terjadi eksploitasi sumberdaya alam, baik yang berada di darat, laut maupun udara, akan tetapi tidak membuat rakyat sejahtera, karena hasil dari eksploitasi itu hanya dinikmati oleh mereka yang menguasai ekonomi.
(rhm)