Jakarta, Harian Umum - Sebanyak 13 dari ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), ditangkap saat aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/10/2017) siang hingga tengah malam.
Aksi yang digelar untuk memperingati tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK tersebut menuntut agar segera digelar sidang rakyat, karena pemerintahan Jokowi-JK telah gagal mengelola negara.
"Ada sembilan orang yang kita amankan (ditahan). Saya sudah kirim ke Polda," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (21/10/2017) dini hari.
Ia menjelaskan, kesembilan mahasiwa itu diamankan karena diduga menjadi provokator karena kedapatan melakukan aksi pengerusakan terhadap inventaris kepolisian serta fasilitas umum saat aksi demo akan dibubarkan karena telah melewati waktu yang diizinkan berdasarkan peraturan yang berlaku, yakni pukul 18.00 WIB.
"Mereka akan menjalani pemeriksaan intensif selama 24 jam penuh. Penyidik menerapkan pasal 406 KUHP tentang perusakan dan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan terhadap barang dan orang," imbuhnya.
Namun koordinator pusat , Wildan Wahyu Nugroho, melalui keterangan tertulisnya menyatakan kalau yang ditangkap 13 orang.
"Aksi memperingati tiga tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang dilakukan oleh mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berakhir dengan penangkapan 13 mahasiswa yang dibawa ke Polda Metro Jaya," katanya.
Ke-13 mahasiswa itu ditangkap saat polisi berusaha membubarkan paksa aksi mereka karena telah melampaui batas waktu yang telah ditentukan, yang berdasarkan aturan perundang-undangan hanya hingga pukul 18:00 WIB.
Mahasiswa bertahan di sana karena keinginan untuk bertemu dan bicara langsung dengan Jokowi, serta menyampaikan aspirasanya, tak kesampaian karena Jokowi tak keluar dari Istana.
Mahasiswa menuntut agar sidang rakyat digalar karena selama negara dipimpin Jokowi-JK, daya beli masyarakat melemah; defisit anggaran parah, namun di sisi lain pemerintah terus menambah utang; diteruskannya proyek reklamasi yang menurut mereka tidak memberikan banyak manfaat bagi bangsa dan negara; supremasi hukum hancur karena polisi tebang pilih dalam menangani kasus; dan lain sebagainya.
Aksi yang dijaga ketat ratusan personel Polri bersenjata lengkap, seperti tameng, alat pemukul, bahkan dibentengi barisan puluhan mobil baracuda itu semula berjalan tenang dan damai, namun ketika mahasiswa menolak dibubarkan, bentrokan dengan polisi pun pecah.
Wilda menjelaskan, pembubaran paksa tersebut dimulai sekitar pukul 22:40 WIB, saat polisi mulai mengepung mereka bergerak dari sisi selatan.
Pasca pengepungan tersebut, sekitar pukul 23:00 WIB polisi mulai melakukan provokasi.
"Hal yang sama (provokasi) juga dilakukan oleh oknum-oknum tidak dikenal yang menggunakan pakaian sipil. Lalu mulai pukul 23:30 para aparat mulai menekan massa aksi dan mendorong-mendorong serta melakukan kekerasan kepada massa," imbuhnya.
Pembubaran paksa ini dilakukan dengan kekerasan yang mengakibatkan setidaknya tiga orang terluka, sementara 13 orang ditangkap dan dibawa ke Polda Metro Jaya.
"Penangkapan dilakukan ketika massa aksi telah membubarkan diri dan meninggalkan lokasi pada pukul 00:00 WIB," jelasnya.
Wildan mengaku, sebelum aksi digelar, pada 9 September mereka telah mengirim surat kepada Jokowi agar dapat beraudiensi pada 2 Oktober. Namun tidak direspon.
Pada 9 Oktober, BEM SI kembali mengirim surat kepada Jokowi, agar dapat beraudiensi pada 20 Oktober 2017, namun nasibnya sama; dicuekin.
Akhirnya, aksi turun ke jalan pun digelar di depan Istana Negara dengan diberi tajuk "Sidang Rakyat". (rhm)







